Rabu, 17 Maret 2010

Ilustrasi Kurt Cobain Sebelum Bunuh Diri

By Unknown Rabu, 17 Maret 2010 0 comments
Sebelum fajar, Kurt Cobain terbangun ditempat tidurnya. Televisi menyala, menyiarkan acara MTV tetapi tanpa suara. Dia berjalan menuju stereo setnya dan menyetel "Automatic for the People" dari REM, lalu menyalakan sebatang Camel Light dan membaringkan diri ditempat tidur dengan mendekap sebuah kertas ukuran besar dan sebuah pena merah di dadanya. Dalam waktu singkat kertas kosong itu mampu menggugah niatnya untuk menulis, menulis kata-kata yang telah dibayangkannya selama berminggu-minggu, berbulan-bulan, bertahun-tahun dan bahkan beberapa dekade lamanya, namun dia tidak segera menulis karena kertas besar itu terlihat kecil baginya, terbatas. Sebenarnya dia sudah menulis surat pribadi yang panjang untuk istri dan anak perempuannya yang diletakkan di bawah salah satu dari bantal-bantal yang beraroma parfum Courtney.

“Kamu tahu, aku mencintaimu. Aku mencintai Frances. Aku minta maaf. Tolong jangan ikuti aku. Maaf, maaf, maaf, (berulang kali ia menuliskan kata “maaf” sehingga memenuhi kertas) maafkan aku. Aku akan selalu ada (dicoret) - Aku akan melindungimu. Aku tak tahu kemana aku akan pergi. Tapi aku tak bisa tinggal lebih lama disini.”

Meski berat baginya untuk menulis surat pertama tadi, dia tahu surat kedua yang akan ditulisnya akan sama pentingnya dan dia harus berhati-hati memilih kata-katanya. Lalu dia menulis judul surat itu - “To Boddah” – nama teman khayalannya sewaktu kecil. Dia menggunakan huruf-huruf kecil yang ditulis dengan sangat berhati-hati dan menulis semuanya dalam suatu kesatuan tanpa mengindahkan tanda baca. Dia menyusun kata-katanya secara cermat, untuk memastikan kata-katanya jelas dan mudah dimengerti.


Untuk Boddah

Karena ditulis oleh seorang tolol kelas berat yang jelas-jelas lebih pantas menjadi seorang pengeluh yang lemah dan kenakak-kanakan, surat ini seharusnya mudah dimengerti. Semua peringatan dari pelajaran-pelajaran punk rock selama bertahun-tahun. Setelah perkenalanku dengan – mungkin bisa dibilang – nilai-nilai yang terikat dengan kebebasan dan keberadaan komunitas kita ternyata terbukti sangat tepat. Sudah terlalu lama aku tidak lagi merasakan kesenangan dalam mendengarkan dan juga menciptakan lagu sama halnya seperti ketika aku membaca dan menulis. Tak bisa dilukiskan lagi betapa merasa bersalahnya aku atas hal-hal tersebut. Contohnya, sewaktu kita bersiap di belakang panggung dan lampu-lampu mulai dipadamkan dan penonton mulai berteriak histeris, hal itu tidak mempengaruhiku, laiknya Freddie Mercury, yang tampaknya menyukai, menikmati cinta dan pemujaan penonton. Sesuatu yang membuatku benar-benar kagum dan iri. Masalahnya, aku tak bisa membohongi kalian. Semuanya saja. Itu tidak adil bagiku ataupun kalian. Kejahatan terbesar yang pernah aku lakukan adalah menipu kalian dengan memalsukan kenyataan dan berpura-pura bahwa aku 100 persen menikmati saat-saat diatas panggung. Kadang aku merasa bahwa aku harus dipaksa untuk naik keatas panggung. Dan aku sudah mencoba sekuat tenaga untuk menghargai paksaan itu, sungguh, Tuhan percayalah kalu aku sungguh-sungguh melakukan itu, tapi ternyata itu tidak cukup. Aku menerima kenyataan bahwa aku dan kami telah mempengaruhi dan menghibur banyak orang. Tapi, aku hanya seorang narsis yang hanya mmenghargai sesuatu jika sesuatu itu sudah tidak ada lagi. Aku terlalu peka. Aku butuh sedikit rasa untuk bisa merasakan kembali kesenangan yang kupunya ketika kecil. Dalam tiga tur terakhir kami, aku mempunyai penghargaan yang lebih baik terhadap orang-orang, baik dalam kapasitasnya sebagai pribadi maupun sebagai penggemar, tapi aku tetap tidak bisa lepas dari rasa frustasi, perasaan bersalah pada diriku sendiri, dan empatiku pada semua orang. Semua orang punya sisi baik dan milikku adalah bahwa aku terlalu mencintai orang-orang. Saking cintanya itu membuatku merasa sangat sedih. Aku adalah Jesus man, seorang Pisces yang lemah, peka, tidak tahu terimakasih, dan sedih. Kenapa kamu tidak menikmatinya saja ? tidak tahu. Aku punya istri yang bagaikan dewi yang berkeringat ambisi dan empati dan seorang putri yang mengingatkanku akan diriku sendiri dimasa lalu. Penuh cinta dan selalu gembira, mencium siapa saja yang dia temui karena menurutnya semua orang baik dan tidak akan menyakitinya. Itu membuatku ketakuta sampai-sampai aku tidak bisa melakukan apa-apa. Aku tidak bisa membayangkan Frances tumbuh mennjadi rocker busuk yang suka menghancurkan diri sendiri dan menyedihkan seperti aku sekarang. Aku bisa menerimanya dengan baik, sangat baik, dan aku bersyukur, tapi aku telah mulai membenci semua orang sejak aku berumur tujuh tahun. Hanya karena mereka terlihat begitu mudah bergaul, dan berempati, empati ! Kupikir itu disebabkan karena cinta dan perasaanku yang terlalu besar pada orang-orang. Dari dasar perut mualku yang serasa terbakar, aku ucaokan terimakasih atas surat dan perhatian kalian selama ini. Aku hanyalah seorang anak yang angin-anginan dan plin plan! Sudah tidak ada semangat yang tersisa dalam diriku. Jadi ingatlah, lebih baik terbakar habis daripada memudar. Damai, cinta, empati. Kurt Cobain.
Frances dan Courtney, aku akan berada di altar kalian
Kumohon teruslah hidup Courtney
untuk Frances
untuk hidupnya yang akan lebih bahagia
tanpa aku. AKU CINTA PADAMU. AKU CINTA PADAMU.

Setelah selesai menulis surat, dimasukkannya kedalam saku dan dia bangkit dari tempat tidurnya dan mengambil tas nilon berisi senapan, sekotak peluru dan sebuah kotak cerutu berisi heroin dari lemari bajunya. Dengan perlahan dia berjalan menuruni Sembilan belas anak tangga yang lebar. Akan ada banyak darah, banyak sekali darah dan kengerian yang tidak dia inginkan untuk terjadi didalam rumahnya, karena dia tidak ingin menghantui rumahnya dan meninggalkan anak perempuannya dengan mimpi buruk seperti mimpi-mimpi yang pernah dialaminya.

Kurt melewati dapur, mengambil sekaleng root beer. Dia membuka pintu menuju halaman belakang dan berjalan melewati teras kecil, berjalan dengan santai menuju rumah kaca yang berjarak 20 langkah, menaiki tangga kayu dan membuka pintu menuju taman. Dia duduk di lantai bangunan satu ruangan itu, mengamati keadaan dari pintu depan. Layaknya seorang sutradara hebat, dia sudah merencanakan hal ini sampai pada detail terkecil sekalipun, sudah banyak gladi besih (percobaan bunuh diri) yang dia lakukan beberapa tahun belakangan. Lalu dia mengambil surat dari sakunya, masih ada sedikit ruang tersisa disitu. Dia meletakkannya di lantai dan menulis dengan huruf yang lebih besar - “Kumohon teruslah hidup Courtney, untuk Frances, untuk hidupnya yang akan lebih bahagia tanpa aku. Aku cinta padamu. Aku cinta padamu.” – untuk mengakhiri suratnya.

Dia mengeluarkan senapan dari tasnya. Lalu dia pergi ke wastafel untuk mengambil sedikit air untuk memasak heoinnya lalu duduk kembali. Dia mengeluarkan kotak berisi 25 butir peluru, membuka dan mengambil 3 butir, memasukkannya kedalam magasin, mengokangnya, lalu melepas pengamannya. Dia menghisap Camel Lightnya yang terakhir dan meminum beberapa teguk root beer. Lalu Kurt mengambil plastic kecil berisi heroin pada kotak cerutunya, heroin jenis black tar ala Meksiko seharga 100 dolar – sebuah jumlah heroin yang banyak. Dia mengambil setengahnya, seukuran penghapus pensil, dan meletakkannya diatas sendik. Secara cermat dan sangat ahli Kurt menyiapkan heroin dan alat suntiknya, menyuntikkannya diatas siku. Dia meletakkan alat-alat itu kembali dalam kotak dan merasakan dirinya melayang, secara cepat mengapung dari tempatnya. Kurt menyingkirkan peralatannya, melayang ringan dan makin ringan lagi, sementara nafasnya justru semakin berat. Dengan kekuatan yang tersisa Kurt mengambil senapan yang berat dan mengarahkannya kelangit-langit mulutnya, pelatuknya juga tidak kalah berat dari senapannya. Ini mungkin akan sangat keras; dia sangat yakin akan hal itu. Dan kemudian dia pergi.

-5 April 1994-

Kurt Cobain 5 April 1994
we miss u kurt cobain
Sharing is sexy

Related posts

0 komentar for this post

Posting Komentar